22 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Sampah Pasar untuk Pakan Kelinci

Sampah Pasar untuk Pakan Kelinci

SETIAP saat lewat depan Pasar Kajen Kabupaten Pekalongan hati ini  terusik oleh pemandangan  sekitar yang dipenuhi gundukan sampah sisa sayuran seperti kubis, wortel, kangkung, lobak, dan lainnya  yang dibuang pedagang.


Tak pelak sampah-sampah itu mengundang kawanan lalat dan menebarkan bau tak sedap, mengurangi keindahan dan mengganggu kesehatan, pasar pun terlihat kumuh.

Tumpukan sampah itu berserakan di tepi jalan depan pasar   sebelum dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) Bojonglarang di Desa Linggoasri Kecamatan Kajen, kurang lebih 7 km arah selatan kota Kajen .

Dalam diri penulis timbul ide untuk memanfaatkan sisa sayuran tersebut untuk pakan kelinci karena kondisinya  masih layak untuk pakan kelinci sehingga sayang kalau dibuang begitu saja dan  mencemari lingkungan.  Kelinci adalah hewan pemakan hijauan  dan cepat berbiak jadi nilai ekonominya tinggi .

Penulis pun membeli lima ekor kelinci siap kawin terdiri atas seekor pejantan dan empat betina seharga Rp 25 ribu per ekor. Dalam menernakkan kelinci perlu diperhatikan ratio jantan-betina yakni  1: 10 artinya seekor pejantan untuk mengawini maksimal 10 betina.

Kini tiap lewat Pasar Kajen penulis mampir dulu mengambil sisa sayuran kurang lebih 10 kg per harinya untuk lima ekor kelinci.  Seekor kelinci dewasa per harinya butuh 2 kg hijauan plus pakan penguat berupa sisa singkong yang diambil dari pasar juga.

Kurang lebih seminggu kemudian, kelinci-kelinci itu mulai bunting dan sebulan kemudian seekor di antaranya melahirkan empat anak, sementara tiga ekor lainnya siap untuk melahirkan.

Kelinci adalah hewan  paling produktif, seekor kelinci mulai beranak umur 5 bulan , lama bunting 31 hari, dan mulai kawin 30 hari setelah melahirkan. Jadi setahun bisa enam kali beranak, setiap melahirkan  4-12 ekor.

Dari pengalaman seorang peternak, seekor kelinci setahun mampu berbiak 50 ekor dengan tingkat kematian anak 30 persen sehingga anak kelinci yang hidup 35 ekor. Kalau harganya Rp 25 ribu per ekor hasil kotor dari seekor kelinci betina per tahun bisa Rp 750 ribu.

Daging kelinci bertekstur halus jadi lebih empuk dibanding daging sapi apalagi kambing  dan kandungan kolesterol rendah.  Saat ini sudah banyak penjual sate kelinci di Kabupaten Pekalongan sehingga pemasaran bukan kendala.

Ada beberapa warung sate kelinci  ternama seperti Sate Kelinci Bukur Bojong dan Sate Kelinci Pojok Alun-alun Kajen.  Sayang ternak kelinci belum populer dibanding  lainnya, sehingga sering warung sate yang  ada membeli kelinci dari luar daerah. 

Di samping dijual, daging kelinci baik juga untuk konsumsi keluarga guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Saat ini konsumsi protein hewani masyarakat kita masih rendah, kebutuhan per kapita per hari 6 gram baru tercukupi 4 gram, padahal protein hewani kaya asam amino esensial  yang sangat dibutuhkan tubuh sehingga berakibat kualitas SDM rendah.
Dibuat Kompos Memelihara kelinci tidaklah sukar. Kelinci cukup dibuatkan kandang yang memadai dan  pakan yang cukup kualitas dan kuantitasnya, kotoran kelinci dan sisa pakan dikumpulkan tiap hari untuk dibuat kompos.

Tidak dibutuhkan modal besar tetapi hasilnya cukup besar yakni tambahan penghasilan, menyediakan protein hewani dan pupuk organik juga ikut peduli lingkungan.

Sebagaimana jamaknya  pasar tradisional  persoalan sampah juga dialami Pasar Kajen. Saat ini ada sekitar 1.400-an pedagang menempati pasar darurat di Jalan Kiai Sinangoh  kira-kira  200 m timur terminal. 

Meski serbadarurat tetap saja pasar itu ramai pengunjung. Layaknya sebuah pasar di tempat tersebut tersedia bermacam kebutuhan mulai sembako, buah, sayur-mayur dan  lainnya.  Karena itu sampah yang dihasilkan mencapai 5 m3/ hari.

Penanganan sampah di pasar itu masih perlu pembenahan agar menjadi pasar tradisional tapi modern yang dicirikan kenyamanan dan kebersihan sebagaimana pasar swalayan.  Apalagi nantinya Pasar Kajen akan menempati bangunan baru, manajemen sampah harus lebih baik. 

Di antaranya dilakukan pemilahan sampah organik dan anorganik dan  gerakan 3 R yakni mengurangi sampah (reduction), menggunakan kembali  (reuse), dan mendaur ulang  (recycling).

Contoh konkretnya  memanfaatkan sampah tadi menjadi pakan kelinci seperti yang penulis lakukan. Dinas Pasar dan dinas terkait disarankan membuat program pengembangan kelinci berbasis sampah pasar dengan melibatkan kelompok  peternak dan masyarakat sekitar.
Juga usaha pengomposan sampah organik dan  kerajinan daur ulang sampah anorganik. 

Selain itu, perlu digalakkan program edukasi sampah dan penegakan peraturan kebersihan yang efektif kepada semua warga pasar agar Pasar Kajen menjadi ramah lingkungan dan nyaman untuk berbelanja. (10)

— Ir Dulsukur, staf pengajar SMK Muhammadiyah Kajen, alumnus Fakultas Peternakan Unsoed
Wacana Suara Merdeka 23 Februari 2010