11 Desember 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Konsep Pengembangan Kota Hijau

Konsep Pengembangan Kota Hijau

PENINGKATAN jumlah penduduk di kawasan perkotaan (urbanisasi) dan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan membawa berbagai konsekuensi masalah di Indonesia. Beberapa permasalahan itu di antaranya adalah peningkatan angka kemiskinan perkotaan, kemacetan lalu lintas, kenaikan permukaan air laut, pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang belum merata, makin banyaknya lingkungan kumuh, dan banjir.

Sejumlah permasalahan tersebut memberi kontribusi pada peningkatan efek pemanasan global (perubahan iklim). Konsep pengembangan kota hijau merupakan salah satu solusi yang ditawarkan dalam berkontribusi pada permasalahan perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan mitigasi.
Kota hijau adalah kota yang dibangun dengan tak mengorbankan aset kota, tapi terus-menerus memupuk semua aset, yakni manusia, lingkungan, dan sarana prasarana terbangun.

Beberapa ciri kota hijau antara lain memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, serta menyinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip pembangunan berkelanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi).

Ada delapan atribut kota hijau. Pertama; green planning and design (perencanaan dan perancangan kota yang beradaptasi pada kondisi biofisik kawasan). Kedua; green open space (mewujudkan jejaring ruang terbuka hijau). Ketiga; green waste (usaha menerapkan 3 R (reduce, reuse, recycle). Keempat; green transportation (pengembangan transportasi yang berkelanjutan/ transportasi massal).

Kelima; green water (efisiensi pemanfaatan sumber daya air). Keenam; green energy (pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan). Ketujuh; green building (pengembangan bangunan hemat energi). Kedelapan; green community (kepekaan, kepedulian, dan peran aktif masyarakat dalam pengembangan atribut kota hijau).
Green building sangat penting sebagai salah satu atribut kota hijau. Konstruksi bangunan yang ramah lingkungan menjadi sebuah elemen vital dalam perwujudan kota hijau. Sangat diharapkan penyelenggaraan konstruksi lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan sehingga dapat memberikan manfaat secara ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masyarakat.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara tegas mengamanatkan minimal 30% dari wilayah kota berwujud ruang terbuka hijau (RTH) dengan komposisi 20% RTH publik dan 10 persen RTH privat. Pengalokasian RTH ini ditetapkan ke dalam peraturan daerah (perda) tentang RTRW kabupaten/ kota.

Aksi Kota Hijau

Strategi menuju RTH 30% dengan cara menyusun rencana induk RTH dan melegalisasi perda RTH, menentukan daerah yang tidak boleh dibangun, menghijaukan bangunan, dan menambah luasan ruang terbuka hijau baru. Juga meningkatkan partisipasi masyarakat, mengembangkan koridor hijau, mengakuisisi RTH privat, dan meningkatkan kualitas RTH kota.

Sejauh ini tercatat 15 kabupaten/ kota di Jateng berkomitmen pada program ”Aksi Kota Hijau”, terdiri atas Kota Semarang, Solo, Salatiga, Kabupaten Kendal, Brebes, Pemalang, Pekalongan, Purbalingga, Banyumas, Jepara, Pati, Kudus, Rembang, Blora, dan Sukoharjo. 
Untuk 2011 hingga 2014 fokus rencana Aksi Kota Hijau adalah mengedepankan green planning and design, green community, dan green open space. Jika ketiganya diaplikasikan secara berkesinambungan dan tidak terputus, perwujudan kota hijau kian mudah direalisasikan.

Kota hijau merupakan salah satu alternatif solusi terkait dengan dampak perubahan iklim. Konsep menuju rencana aksi merupakan program rintisan Kementerian Pekerjaan Umum bekerja sama dengan pemprov dan pemkab/ pemkot.
Tahapan awal perwujudan kota hijau ini juga terfokus pada tiga atribut, yakni green planning and design, green open space, dan green community. Upaya perwujudan kota hijau melalui tercapainya delapan atribut memerlukan peran, dukungan dan komitmen seluruh stakeholder, yaitu masyarakat, pemda, swasta, dan sektor lain.

— Muhammad Tamzil, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah
Wacana Suara Merdeka 12 Desember 2011